Busana tari daerah bukan sekedar pemoles yang mendukung indahnya tari. Busana ini juga memiliki makna dan filosofi kearifan lokal yang ditampilkan dalam pemilihan warna, motif kain, penggunaan asesoris, dan model kostum. Tepatnya, pemilihan desain dalam busana tari daerah ini mampu menguatkan karakter penari ketika tampil. Alhasil, penyajian tari yang dipadu dengan busana yang cocok mampu menjadi tontonan sekaligus tuntunan.
Untuk itu, selama dua hari (13—14/1/2013) Jurusan Pendidikan Seni Tari FBS UNY menyelenggarakan ujian peragaan busana tari bagi mahasiswa Pendidikan Seni Tari angkatan 2010. Dibuka oleh Wien Pudji, Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari, mahasiswa Pendidikan Seni Tari harus memiliki kompetensi dan keterampilan dalam padu padan busana tari.
Karya-karya busana klasik, modifikasi, kreasi, ataupun garapan bermunculan di Stage Tari FBS. Dari sekian banyak, Yuli Lestari dan Yeni memamerkan karya busana gaya Yogya putri dalam karakter Ratu Kidul. Dengan busana dominan hijau daun dan juntaian kain berwarna tanah, dua mahasiswa ini tampak sukses memvisualisasikan karakter mitos milik masyarakat Jawa ini. Ratu Kidul digambarkan sebagai sosok yang cantik dan anggun namun kuat dan misterius. Aksesoris bunga dan kilau putih yang dipadu dengan sanggul yang menantang langit seolah menunjukkan kedudukan ratu tak cukup diartikan sebagai simbol keindahan semata.
Serupa penata busana Jawa lainnya, padu padan busana yang mereka pilih adalah karya pengekspresian karakter wanita Jawa yang yang anggun, setia, patuh, dan santun namun kuat dan berani berpihak pada yang benar. Warna merah, hijau, hitam, biru legam, atau emas diyakini sebagai warna yang menyimbolkan karakter wanita ini. Busana yang ditampilkan pun mengacu pada karakter wayang semisal Dewi Sinta dan tema tari untuk putri seperti tari Bedaya dan Serimpi. Namun, pakem yang mencirikan daerah masih tetap dilestarikan seperti batik Parang dalam busana Yogya Putri dan motif alas-alasan dalam busana tari Surakarta.
Tidak hanya busana tari Jawa, peserta lain pun berkreasi dalam busana tari dari Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Tari Dayak yang cenderung terinspirasi burung-burung ditampilkan dengan warna tak lagi hitam di tangan Risna Herjayanti. Ia berani menunjukkan karakter bangau dengan gradasi warna kuning, jingga, dan hijau namun tak meninggalkan asesoris bulu burung khas Borneo.
Tutik Agustina pun mempertahankan sanggul bunga rampai dan kain songket dalam modifikasi busana tari daerah khas Palembang namun berani memilih kombinasi warna ceria, seperti kuning dan jingga. Selain itu, Andika Putra pun rasanya berhasil membawa pangeran Sumatra tampil di Jawa dengan kostum sutra berwarna biru lautnya yang dibalut dengan sarung songket merah berbenang warna emas. (Febi)