Negara beriklim tropis seperti Indonesia merupakan penghasil kelapa yang cukup besar. Selain diambil daging dan airnya, batang pohon dan daun kelapa juga berguna dalam masyarakat. Setelah diambil daging buah dan air kelapanya, sabut kelapa hanya dibuang begitu saja, walaupun ada juga yang memanfaatkannya sebagai wadah minuman. Jika jumlah rata-rata produksi buah kelapa per minggu adalah 20 buah, tiap kepala keluarga memiliki sekitar 2 kg sabut kelapa. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Limbah sabut kelapa ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan limbah sabut kelapa tersebut dapat dilakukan dengan pemakaian kembali maupun daur ulang. Kondisi ini memunculkan ide untuk memanfaatkan limbah sabut kelapa menjadi suatu bahan bakar alternatif atau briket, yang dicetuskan oleh sekelompok mahasiswa UNY. Mereka adalah Dewi Purwanti dari Prodi Kebijakan Pendidikan FIP UNY, Putri Utha C dari Prodi Pendidikan Kimia FMIPA serta Erba Firstananda dan Desi Analisa Nababan dari Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Menurut ketua kelompok, Dewi Purwanti, mereka memilih untuk mendaur ulang limbah sabut kelapa ini karena apabila sabut kelapa tersebut hanya ditumpuk dan tidak dikelola maka hanya akan mencemari lingkungan yang menyebabkan kesehatan bisa terganggu. “Masyarakat setempat menjadi merasa tidak nyaman dengan adanya tumpukan sabut kelapa tersebut,” kata Dewi. “Oleh karena itu, kami buat sabut kelapa menjadi briket, selain bermanfaat bagi masyarakat juga dapat mengurangi pemakaian gas elpiji untuk memasak.”
Putri Utha menambahkan bahwa mereka bekerjasama dengan masyarakat Dukuh Sorogaten II, Karangsewu, Galur, Kulon Progo untuk melakukan pelatihan pembuatan briket limbah sabut kelapa sebagai energi alternatif. “Kami memilih dukuh Sorogaten karena Sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani,” kata Putri. “Diharapkan juga masyarakat dapat memanfaatkan limbah sabut kelapa tersebut untuk kerajinan lain yang bisa menghasilkan manfaat lain.”
Sebagai dukuh yang merupakan penghasil kelapa, beberapa warga masyarakatnya menjadi penjual kelapa dan beberapa lainnya menjadi pengusaha wingko babat yang pasti menghasilkan limbah sabut dan tempurung kelapa. Selama ini limbah tempurung dan sabut kelapa digunakan sebagai pengganti kayu bakar, akan tetapi panas yang ditimbulkan terlalu tinggi sehingga menyebabkan rusaknya peralatan rumah tangga.
Erba Firstananda mengatakan bahwa briket adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap. “Briket dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik,” kata Erba. “Sabut kelapa dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan briket karena mengandung unsur karbon yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi atau bahan bakar.”
Sementara Desi Analisa Nababan menjelaskan cara pembuatan briket limbah sabut kelapa tersebut. Pertama-tama siapkan sabut kelapa yang akan dijadikan briket, kemudian sabut kelapa tresebut dibakar pada tempat pembakaran berupa drum yang diberi lubang sebagai tempat keluarnya asap pembakaran. Alat dilengkapi dengan pipa pendingin untuk proses kondensasi asap menjadi asap air. Setelah semua bahan terbakar lalu didinginkan selama 1 malam, kemudian ditumbuk agar halus dan diayak.
Sementara itu buat cairan perekat dari larutan tepung kanji yang telah dipanaskan, lalu campurkan arang sabut kelapa dengan lem kanji, dengan perbandingan 600 cc lem perekat dan 1 kg arang sabut kelapa. Kemudian cetak adonan sesuai dengan alat cetak atau dengan pipa paralon dan dijemur selama kurang lebih 1 hari. Briket telah siap digunakan. (dedy)