Kabut pagi masih menggantung, kicauan burung masih sayup terdengar di ujung dahan. Saat matahari masih belum menampakkan sinarnya, seorang gadis berjilbab mengayuh sepeda bututnya menelusuri aspal yang sepi di jalan Godean menuju Yogyakarta, tempatnya menaruh harapan tinggi tentang masa depan. Dialah Septi Dwirahayu, gadis dusun Tegalrejo, Sumbersari, Moyudan, Sleman yang berkemauan keras untuk melanjutkan studi di antara ketidakmampuan orangtuanya untuk membiayai.
Setelah lulus dari SMKN 1 Godean tahun 2011 lalu Septi mempunyai keinginan menuntut ilmu yang lebih tinggi dari sekedar tamatan SMA. Namun malang tak dapat ditolak, gadis kelahiran Sleman, 28 September 1993 tersebut tidak lolos seleksi jalur undangan bidikmisi masuk perguruan tinggi negeri. Tetapi setelah mengikuti SNMPTN, Septi berhasil diterima di salah satu jurusan favorit di perguruan tinggi idaman yang sesuai dengan cita-citanya menjadi guru, Jurusan Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Ayahnya, Giyono, yang berprofesi sebagai buruh pembelah kayu bakar, memikirkan bagaimana caranya membayar uang masuk kuliah di UNY. Akhirnya diputuskan untuk menjual tanah warisan neneknya. Beruntung Septi dapat kuliah secara gratis di UNY karena mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) sejak semester pertama hingga sekarang.
Permasalahan berikutnya menghadang, yaitu bagaimana berangkat kuliah ke Yogyakarta karena jarak Moyudan–Yogyakarta cukup jauh, sedangkan untuk kost jelas tidak memungkinkan karena keterbatasan biaya. Akhirnya, dengan tekad bulat dimulailah petualangan setiap pagi menempuh jarak 20 kilometer dengan naik sepeda. Ketika ditanya berapa lama dia menempuh jarak sejauh itu dengan sepeda, anak kedua dari 4 bersaudara ini menjawab sekitar 60 menit.
”Jika kuliah dimulai jam 7 pagi, saya biasanya berangkat sekitar jam 6 pagi dari rumah, belum lagi jika ada kendala hujan” katanya sambil tersenyum. Benar-benar potret gadis yang pantang menyerah pada keadaan. Septi mengaku kalau di kampus dia sering ditraktir makan siang oleh teman-temannya dan jarang jajan untuk menghemat uang saku.
Prestasi Septi di kampus juga tidak mengecewakan. Dia berhasil menelurkan karya ilmiah berjudul ”Identifikasi Karir Anak Tunarungu, Keefektifan Mind Mapping Technique pada Anak Berkesulitan Belajar dan Pengembangan Iqra’ Alphabet pada Anak Tunagrahita Kategori Ringan”. Indeks prestasi kumulatif 3,70 serta nilai sempurna Ujian Akhir Nasional, 10, pada mata pelajaran matematika dan 9 pada mata pelajaran akuntansi di SMKN 1 Godean juga menjadi catatan prestasi Septi.
Menurut salah satu teman kuliahnya, Murtisari Laras, Septi cukup aktif baik dalam organisasi fakultas maupun dalam mengikuti perkuliahan. ”Septi termasuk anak yang pandai” kata Murtisari. ”Dia juga mudah menangkap materi perkuliahan serta aktif di himpunan mahasiswa PLB dan DPM FIP.” Sekarang Septi sedang mempersiapkan KKN PPL yang akan ditempuhnya tahun depan sambil memberi les bagi siswa SD di sekitar rumahnya. Sepeda tua itu masih setia menemani pemiliknya mengukir sejarah. (dedy)