Tanaman buah salak merupakan tanaman buah yang menjadi komoditas unggulan Kabupaten Sleman. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, produktivitas salak di Kabupaten Sleman mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Keadaan tersebut membuat banyak wirusahawan untuk membuka peluang usaha baru dengan menciptakan berbagai produk olahan dari buah salak guna meningkatkan nilai tambah dan daya jual dari buah salak. Seperti di daerah Sleman, berbagai produk olahan dari buah salak telah dikembangkan baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Produk olahan tersebut di antaranya yaitu selai salak, keripik salak, sirup salak, bakpia salak, dan lain-lain. Produk-produk olahan tersebut juga turut mendukung berkembangnya agrowisata salak di Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi keuntungan yang didapatkan menjadi semakin besar dibandingkan dengan menjual buah salak dalam bentuk buah segar. Limbah produksi yang dihasilkannya pun juga cukup melimpah. Para produsen tersebut lebih fokus pada produk mereka dan menganggap limbah produksi mereka seperti biji salak sebagai sampah. Hal ini hanya akan menambah volume sampah dan menimbulkan dampak-dampak negatif akibat penumpukan sampah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengelolaan sampah yang dimanfaatkan menjadi barang yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, demikian pula dengan sampah berupa limbah biji salak.
Menyadari hal ini sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Irawan Syarifuddin Daher dari Prodi Pendidikan Luar Sekolah dan Muhamad Ridwan Prodi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan, Ninda Arum Rizky R dari Prodi Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Seni serta Galih Dwi Jatmiko dari Prodi Pendidikan Biologi Fakultas MIPA UNY membuat inovasi dalam memanfaatkan potensi limbah biji salak agar mempunyai nilai jual yang tinggi yaitu dengan memanfaatkan biji salak menjadi aneka kerajinan tas. Menurut Irawan Syarifuddin Daher, potensi pasar kerajinan tas masih cukup luas, baik di dalam negeri maupun mancanegara.
“Selain itu, Yogyakarta sebagai salah satu kota pariwisata di Indonesia sangat mendukung berkembangnya industri kerajinan tas tersebut terutama dalam mendukung perkembangan agrowisata salak di DIY,” kata Irawan Syarifuddin Daher. Galih Dwi Jatmiko menambahkan bahwa tas biji salak ini diberi namaEthlishthos yang merupakan singkatan dari ethnic and stylish kenthos.
“Keunggulan dan keunikan yang dimiliki dari produk Ethlishthos adalah menarik dari desain, bercorak khas, dan bernuansa etnik,” kata Galih Dwi Jatmiko. “Nilai artistik dan natural dari rangkaian biji salak mampu memberikan nilai seni yang klasik.” Selain itu, Ethlishthos merupakan produk inovatif yang ramah lingkungan dengan bahan baku berupa biji salak yang sangat murah dan mudah didapat, sehingga harga yang ditawarkan cukup terjangkau dan pangsa pasar mampu mencakup semua lapisan masyarakat.
Ninda Arum Rizky menjelaskan bahwa alur produksi wirausaha Ethlishthos diawali dengan persiapan bahan-bahan termasuk proses pengawetan biji salak dengan secara fisika melalui pemanasan untuk menurunkan kadar air biji salak. Kemudian dilanjutkan dengan finishing biji salak yang berupa pengukiran dan pembuatan lubang rangkaian serta pengembangan desain berupa rangkaian biji salak yang dirangkai menggunakan benang plastik. Setelah itu dilakukan pemotongan bahan-bahan sesuai pola yang telah ditentukan dan dilanjutkan dengan pemasangan merk dan aksesoris tambahan serta penjahitan dan perakitan.
“Produk-produk yang akan dihasilkan dalam wirausaha Ethlishthos di antaranya yaitu tas cantik dengan berbagai variasi desain,” kata Ninda Arum Rizky. “Namun, dalam pengembangan usaha akan dilakukan produksi jenis-jenis kerajinan lain seperti dompet, tempat tissue, kap lampu, figura foto, tirai, dan lain-lain.” Mengenai keunikan dari produk tas ini sendiri, Muhamad Ridwan selaku divisi pemasaran menjelaskan bahwa peluang tas biji salak Ethlishthos ini untuk menembus pasar amatlah besar. Hal ini mengingat inovasi tas biji salak ini benar-benar baru dan belum pernah ada sebelumnya.
Selain itu, dirinya juga menjelaskan bahwa produk tas Ethlishthos sudah beberapa kali melakukan pameran dan respon pasar amatlah bagus. Keunikan rangkaian biji salak dan desain tas yang etnik menjadi daya jual tinggi bagi masyarakat. Ke depan, keempat mahasiswa ini berharap bahwa rintisan wirausaha tas biji salak Ethlishthos ini dapat terus berkembang pesat seiring dengan animo masyarakat dan menjadi sentral usaha kerajinan biji salak yang dapat membuka lapangan kerja yang optimal bagi masyarakat serta meningkatkan daya tarik kota Yogyakarta khususnya daerah Sleman dalam hal pariwisata belanja dan agrowisata salak. (dedy)