‘Bu, bukuku habis,’ ‘Bu, pulpenku macet,’ ‘Bu, permisi pinjam pulpen sama kawan kelas 3,’
Begitulah celoteh yang selalu ada setiap pembelajaran berlangsung. Bukan tidak mungkin mereka jadi gagal fokus dalam mengikuti pembelajaran. Memang, tidak semua siswa berasal dari keluarga berada. Untuk ukuran sebuah buku tulis seharga seribu rupiah mereka harus meminta uang dengan sabar kepada mamak atau merelakan uang saku sekolahnya yang tidak banyak. Candra yang bukunya tertulis nama orang lain, ketika ditanya itu buku siapa, dijawabnya bahwa buku itu milik kakaknya. Dengan buku sisa abangnya di SMP yang hanya meninggalkan sisa 2 sampai 3 lembar kosong digunakannya kembali untuk menulis catatan materi pelajaran. Ada pula Lismawati lebih sering menemani di kelas ketika jam istirahat karena tak membawa uang jajan.
Inilah kisah Ari Agustiani, guru SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal) UNY yang ditempatkan di Kecamatan Terangun Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam. Guru SD N 3 Terangun tersebut juga pernah membagikan buku tulis kepada siswanya. Kebutuhan akan buku bisa terpenuhi apabila musim buah kemiri tiba. Sepulang sekolah para siswa sibuk berburu buah kemiri untuk dijual kepada pengepul. “Hasil penjualan buah kemiri memang tidak banyak” ungkap Ari. Satu kaleng berukuran kurang lebih 1 liter dihargai sekitar Rp 4.000 – Rp 5.000. Ini sudah cukup untuk membeli buku, bahkan bisa menambah uang jajan mereka. Ketika musim buah kemiri berakhir mereka kembali disibukkan membantu orang tua di kebun yang letaknya jauh di bukit yang lain. “Sudah biasa jika ada siswa yang ijin tidak masuk ke sekolah karena harus berhari-hari bahkan sampai satu minggu berada di kebun” kata Ari.
Ari menceritakan pengalaman ini pada teman-temannya di Jawa yang direspon positif. Banyak yang secara pribadi mengirimkan alat tulis ke SD Negeri 3 Terangun tempatnya mengajar selama ini. “Ada yang berbahagia, ada pula yang bersedih hati karena tidak semua murid mendapatkan buku” tutur Ari. Kemudian timbul ide untuk menggalang donasi berupa dana atau alat tulis untuk siswa yang dinamai ‘Peduli Anak Negeri’. Menurut Ari ini bukan sebuah program besar karena sejak awal sasaran program ini adalah teman satu jurusan dan organisasi semasa kuliah. Minimnya publikasi karena keterbatasan sinyal di Terangun membuat dana yang terkumpul sedikit, tetapi bukan berarti program tidak dapat berjalan dengan lancar. Dengan dibantu teman sesama SM-3T Ari pergi ke kota untuk mengambil dana donasi sekaligus membeli peralatan alat tulis berupa buku, pulpen, pensil dan penghapus.
‘Peduli Anak Negeri’ atau yang kemudian lebih akrab disebut ‘Peduli Terangun’ disalurkan ke 3 kampung yang berbeda di Kecamatan Terangun yaitu Kampung Soyo, Kampung Kutejere dan Kampung Gawar Belangi. Ada 10 guru SM3T Kecamatan Terangun yang juga ikut serta membantu dalam pembagian paket alat tulis ini. Di ketiga kampung ini rombongan guru SM3T UNY disambut meriah, bahkan tidak sedikit orang tua siswa yang juga datang menyaksikan acara bagi buku tersebut. Sebelum pembagian dimulai, acara diisi dengan perkenalan dengan guru-guru SM3T penempatan Kecamatan Terangun dan penyampaian informasi tentang donatur yang berpartisipasi dalam pemberian paket alat tulis. Di Kampung Soyo dibagikan 26 paket alat tulis, Kampung Kutejere mendapat jatah 13 paket dan Kampung Gawar Belangi 11 paket.
“Jangan dilihat seberapa besar isi bungkusannya, tapi lihatlah ketulusan teman ibu guru di Jawa yang ikhlas berbagi memberikan paket alat tulis untuk kalian. Manfaatkanlah buku yang kalian terima dengan sebaik-baiknya dan berjanjilah kalian akan lebih rajin lagi dalam belajar,” nasihat Ari untuk para siswa. Diharapkan dengan bantuan alat tulis ini mereka lebih semangat untuk belajar. (dedy)