UKKI Al Mujaddid UNY Kampus Wates menggelar Musyawarah Tahunan tahun 2017 pada Jumat-Sabtu, (13-14/1) di Ruang Auditorium Gedung Layanan Akademi UNY Kampus Wates dengan tema Gelora Ukhuwah Islamiyah Perkokoh Amaliyah. Agenda acara Musyawarah Tahunan selain pemilihan Ketua UKKI yang baru, juga membahas tentang laporan pertanggungjawaban pengurus tahun lalu dan membahas program kerja setahun kedepan.
Untuk kepengurusan baru UKKI periode tahun 2017, dari enam kader yang dicalonkan yang berhasil menjadi Ketua UKKI adalah Ahmad Fathoni. Sebelumnya telah ada 4 calon yang diusung yaitu Aditya Pratama, Anang Fathoni, Hendra Yuana, dan Sidiq. Sistem penilaian yang dilakukan dengan indikator yang telah ditetapkan oleh semua peserta Musyawarah Tahunan hingga terjaring dua calon yaitu Aditya Pratama dan Anang Fatoni. Pemilihan ketua dari dua calon tersebut dilakukan dengan musyawarah mufakat.
Dalam sambutannya Ketua UKKI periode 2016, Muhammad Tri Santosa bahwa selama kepengurusannya merupakan sebuah fase pembelajaran untuk memperbaiki diri sendiri. Karena sebagai organisasi yang bernafaskan islam mengajarkan bahwa berdakwah merupakan sebagai suatu ajakan menuju kebaikan. “Dengan begitu kita akan kita akan terus termotivasi untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas diri dan selalu berusaha menuju jalan kebaikkan.”
Dalam tausiahnya tentang musyawarah dalam Islam, Ustad Heri Maulana, M.Pd menyampaikan bahwa UKKI merupakan sebuah organisasi yang berbeda dengan organisasi lainnya. Karena UKKI ini merupakan organisasi yang mengusung nafas islam maka jika kita baik itu bukan hal yang spesial. “Kalau kita rapi, hafalannya qurannya bagus, itu dianggap wajar tapi kalau kita berbuat yang tidak baik maka harkat dan martabat organisasi akan tercoreng. Dan yang akan terlihat adalah kekurangan dan keburukan kita.
Dalam pemilihan Ketua UKKI ini dilakukan dengan cara musyawarah bersama. Musyawarah dalam Islam itu akan membawa berkah. Dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah selalu gunakan akal sehat dan logika islami jangan menggunakan perasaan. “Dalam islam pilihnya ketua yang akhlak dan hapalannya bagus, dapat diterima di semua kalangan anggota, dan yang terakhir jika semua peserta terpenuhi pilihlah namanya. Karena nama itu akan mencerminkan hakekat hidupnya,” ungkap Heri.
Lebih lanjut Heri berpesan untuk kepengurusan yang baru untuk membulatkan tekad bahwa organisasi ini diibaratkan sebagai telaga bagi para musafir. “Para pengurus baru saling melakukan evaluasi baik diri sendiri maupun organisasi. Mulailah untuk mencintai organisasi ini karena itulah awal bagi kita untuk tetap bisa bertahan. Dan jangan lupa untuk terus menanamkan ukhuwah islamiyah dalam menjalin silahturahmi dan persaudaran dengan sesama anggota yang memiliki berbagai karakter dan Budaya. Karena hakekatnya Islam itu tidak menghilangkan karakter atau budaya tapi menyeimbangkan karakter dan budaya tersebut, harap Heri. (Tusti)