“Perubahan dunia ini sungguh cepat yang sering kali membuat kita terasa sulit untuk memahaminya, terlebih-lebih bagi orang-orang yang kurang terdidik. Metode-metode konvensional untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kita selama ini terasa sudah kadaluarsa, bahkan bisa dikatakan metode-metode itu sudah tidak ampuh lagi. Untuk menjadi seorang sukses di era sekarang, tidaklah cukup kita hanya mengandalkan diri sebagai seorang yang baik saja, melainkan di samping itu kita harus juga menjadi seorang pencipta (a creator), pembuat (a maker), dan pelaku (a doer). Creative Intelligence dapat menjadi suatu metode yang ampuh (powerful) untuk menyelesaikan masalah dan sebagai suatu penangkal praktis terhadap ketidakpastian dan kompleksitas dalam kehidupan.”
Demikian dikatakan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A., dalam wisuda lulusan S3, S2, S1, dan S0 periode Juni 2013 di GOR UNY, Sabtu, 1 Juni 2013. Lebih lanjut, Rochmat menegaskan bahwa ada lima kompetensi kreatif yang baru, yaitu knowledge mining, framing, playing, making, dan pivoting yang membantu individu atau organisasi belajar menciptakan sesuatu secara rutin dan baik.
“Dengan kecerdasan kreatif diharapkan kita dapat menfaatkan kekuatan untuk dapat berkreasi secara kreatif, membangun interaksi sosial melalui karya yang bermanfaat bagi orang lain, dan memberikan inspirasi untuk terus dapat menghasilkan inovasi untuk menjawab persoalan yang lebih menantang,” kata Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A., “ingat, bahwa hanya insan terdidik yang kreatiflah, yang mampu menghadapi tantangan di manapun dan di waktu kapanpun. Semoga lulusan UNY menjadi lulusan yang kreatif dan adaptif.”
Rektor mengingatkan bahwa tidak ada zero creativity, sehingga setiap orang memiliki potensi untuk berpikir dan berkarya secara kreatif. Demikian juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, sehingga setiap orang secara fitrah memiliki potensi untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam dengan baik.
Wisuda periode ini diikuti 1374 lulusan dengan rincian: 11 orang S3, 66 orang S2, 137 orang S1 nonkependidikan, 1076 orang S1 kependidikan, dan 84 orang diploma. Adapun sebarannya adalah: Pascasarjana 77 orang, FIP 133 orang, FBS 241 orang, FMIPA 191 orang, FIS 132 orang, FT 225 orang, FIK 212 orang, dan FE 163 orang.
Peraih predikat cum laude sejumlah 293 orang yang terdiri dari, Pascasarjana 19 orang, FIP 13 orang, FBS 38 orang, FMIPA 64 orang, FIS 56 orang, FT 18 orang, FIK 27 orang, dan FE 58 orang. Untuk nilai tertinggi jenjang S3 dicapai oleh Dr. Anas Arfandi (Prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan) dengan IPK 3,84; jenjang S2 diraih oleh Arif Jamali, M.Pd. (Prodi Manajemen Pendidikan) dengan IPK 3,90; jenjang S1 diraih Elisabeth Pratidhina Founda Noviani, S.Pd. (Prodi Pendidikan Fisika) dengan IPK 3,94; dan jenjang D3 diraih Deni Ratnasari, A.Md.Pas (Prodi Pemasaran D3) dengan IPK 3,58.
Lulusan tercepat wisudawan jenjang S3 diraih Dr. Nuril Furkan (Prodi Ilmu Pendidikan) dengan waktu studi 2 tahun 8 bulan, jenjang S2 diraih Kadek Sukiyasa, M.Pd. (Prodi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan) dalam waktu 1 tahun 7 bulan, jenjang S1 diraih Eka Sulistyawati, S.Pd. (Prodi Pendidikan Matematika) dalam waktu 3 tahun 7 bulan, dan jenjang D3 diraih Deni Ratnasari, A.Md.Pas dari Prodi Pemasaran D3 dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Lulusan termuda diraih oleh Margaretha Madha Melissa, S.Pd. dari Prodi Pendidikan Matematika pada umur 20 tahun 5 bulan (lahir 15 Maret 1993).
Sambutan wakil wisudawan disampaikan oleh Pasttita Ayu Laksmiwati dari Prodi Pendidikan Matematika FMIPA. Gadis dengan IP 3,89 tersebut mengajak untuk menghayati dan merefleksikan kembali makna wisuda. “Momen wisuda ini bukanlah momen bahagia saja, amanah besar yang kita tanggung sebagai sarjana dan magister” kata Pasttita Ayu Laksmiwati. “Kita termasuk orang-orang terpilih yang diharapkan bisa berbuat lebih lagi untuk kemajuan bangsa Indonesia.”
Menurutnya, bangsa Indonesia belum sepenuhnya menikmati kemerdekaan sejati dan belum bisa sepenuhnya mandiri. Masih ada ketertinggalan baik dari segi infrastruktur, teknologi, maupun ekonomi serta masih banyak penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, para wisudawan/wisudawati harus mau menyiapkan diri untuk bisa menyatukan hati untuk Indonesia dan mampu menggunakan gelar akademiknya guna memperjuangkan kemerdekaan dan kehormatan bangsa.
“Apapun yang kita lakukan ke depan, menjadi wirausahawan, akademisi, politikus, peneliti, dan lain sebagainya, pastikan bahwa kita memiliki cinta yang besar untuk Indonesia. Kita tidak selalu bisa melakukan hal yang besar, tetapi kita bisa melakukan hal kecil dengan cinta yang besar. Karena cinta akan memberikan energi yang tanpa batas.” tutup Pasttita Ayu Laksmiwati. (dedy)