Yogyakarta sebagai daerah yang istimewa karena masih mempertahankan tradisi budaya Jawa yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Semua aspek kehidupan dalam bidang ekonomi, sosial, politik ataupun pemerintahan yang dijalankan Keraton dianggap sebagai representasi norma budaya Jawa yang adi luhung. Keraton Kasultanan Yogyakarta selain sebagai tempat tinggal raja, juga digunakan sebagai objek wisata budaya dimana nilai dan norma sangat dijunjung tinggi di dalamnya. Salah satu aset yang menunjang keberadaan Kasultanan Yogyakarta adalah adanya abdi dalem. Abdi dalem ialah gelar yang diberikan bagi pegawai keraton. Seperti masyarakat Yogyakarta, abdi dalem sangatlah menghormati rajanya. Mereka rela dibayar dengan upah yang kecil demi menjadi pelayan raja. Salah satu keunikan yang para abdi dalem lakukan adalah budaya nyeker atau tidak mengenakan alas kaki saat bertugas di lingkungan Keraton Yogyakarta. Perilaku abdi dalem yang tidak pernah mengenakan alas kaki di lingkungan Keraton dan loyalitas yang mereka berikan tersebut menarik perhatian sejumlah mahasiswa UNY. Mereka adalah Fahmi Marinda dan Limas Assifa Suryaningtyas dari Prodi PGSD, Muhammad Lutfi Hendrato dari Prodi Kebijakan Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan serta Reza Widha Yaka dari Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial.
Reza Widha Yaka menjelaskan bahwa bukti loyalitas abdi dalem adalah ketaatannya dalam mematuhi semua peraturan Kasultanan Yogyakarta, salah satunya adalah dengan melakukan nyeker. Nyeker selain sebagai aturan juga merupakan budaya yang sudah ada sejak zaman dulu dan masih berlangsung sampai sekarang ini. Kerabat karaton hingga abdi dalem Kasultanan Yogyakarta melakukan nyeker ketika memakai pakaian peranakan dan berada di tempat-tempat yang dianggap suci oleh Kasultanan Yogyakarta. “Nyeker mengingatkan bahwa kita sebagai manusia harus selalu ingat bahwa manusia itu menginjak bumi, berasal dari tanah, makan dan minum pun juga berasal dari tanah dan bersikap lemah lembut (lembah manah) terhadap sesama manusia” kata Reza.
Ditambahkan oleh Muhammad Lutfi Hendrato bahwa nyeker tersebut dilakukan abdi dalem ketika melaksanakan tugas baik di Kasultanan Yogyakarta maupun di tempat lain. “Ketika sudah memakai pakaian peranakan dan menginjakkan kaki di wilayah Karaton Kasultanan Yogyakarta, abdi dalem harus nyeker dalam keadaan apapun” ungkap Lutfi “Abdi dalem akan tetap nyeker walaupun tanah terasa panas sekalipun”. Namun jika medan yang ditempuh dirasa berbahaya seperti medan menuju puncak Merapi, abdi dalem boleh menggunakan alas kaki demi keselamatan. Akan tetapi abdi dalem yang melakukan upacara labuhan akan tetap nyeker ketika sudah berada di puncak Gunung Merapi. Hal ini menunjukkan bahwa nyeker selain sebagai aturan, juga merupakan bentuk loyalitas abdi dalem. Karya yang berwujud buku ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian tahun 2016.(dedy)