Program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM3T) telah memasuki tahun kelima. Program ini mengirimkan para guru ke daerah 3T untuk mengajar di sana. Salah satunya adalah Devy Ely Lestari yang dikirim ke Papua melalui LPTK UNY. Devy ditempatkan di SMK Negeri 1 Kimaam, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Menurutnya daerah pedalaman merupakan daerah yang menjadi momok bagi CPNS di Kabupaten Merauke karena tidak semua guru bersedia di tempatkan di daerah terpencil. “Sarana dan prasarana di sekolah ini masih banyak yang harus diperbaiki, khususnya buku pegangan siswa yang sama sekali tidak ada.” kata Devy “Selain hal tersebut permasalahan yang dihadapi ialah kurangnya tenaga guru”.
Alumni prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UMS tersebut mengisahkan bahwa banyak siswa menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal yang penting, sehingga tujuan mereka sekolah adalah semata-mata hanya untuk memperoleh ijazah. Hal ini berimbas pada kemampuan akademik dan skill yang mereka miliki. Tidak heran banyak siswa SMK yang belum mengerti membaca, menulis dan menghitung (Calistung) sehingga Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke mengutamakan kemampuan calistung pada sektor pendidikan. Menurut Devy, calistung merupakan kemampuan dasar yang harus dipahami setiap siswa, sehingga mereka dapat bersaing dengan siswa di perkotaan. “Sudah seharusnya guru sebagai pendidik memikirkan solusi untuk mengubah pemikiran masyarakat Kimaam tentang pentingnya pendidikan” tuturnya. Pada siswa yang kurang mampu ber-calistung, Devy akhirnya membuka kelas calistung setiap hari sebelum masuk ke kelas.
Program yang dilakukan para guru SM3T di SMK Negeri 1 Kimaam salah satunya adalah menghidupkan ekstra kurikuler yang sebelumnya tidak ada. Ekstra kurikuler yang dikembangkan diantaranya pramuka dan komputer, dengan alasan untuk membekali murid-murid dengan belajar baris-berbaris pada pramuka. “Untuk melatih mereka jika nanti bercita-cita jadi TNI, polisi atau PNS yang membutuhkan kemampuan baris-berbaris” ujarnya. Ekstra komputer diselenggarakan untuk membekali dan mengenalkan siswa dengan komputer. Selain tugas mendidik di sekolah Devy juga mengajar TPA di Masjid Distrik Kimaam. Butuh jarak yang lumayan jauh untuk sampai ke distrik. Apalagi tidak memiliki kendaraan bermotor dan tidak ada angkutan, dia biasanya jalan kaki untuk belanja ke distrik dan mengajar TPA.
Putri pasangan Ali Amran dan Muntamah tersebut mengungkapkan bahwa di Kimaam belum ada listrik, dan untuk penerangan sehari-hari hanya menggunakan sel surya yang dihubungkan ke accu. Juga sangat sulit menemukan air tawar. Untuk kebutuhan sehari- hari biasanya menggunakan air payau dari galian di belakang perumahan guru. Jaraknya agak jauh dan medannya cukup sulit untuk mengambil air. Selain itu untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari di distrik harus menempuh jarak yang bisa dikatakan jauh. Kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari diperjualbelikan di kios-kios. Kios ini biasanya mendapatkan barang dagangannya dari kota Merauke melalui kapal dan pesawat. Tidak heran harga barang-barang di Kimaam sangat mahal. “Untuk bertahan hidup kami biasa memanfaatkan ketrampilan survival berburu di hutan mencari lauk untuk makan sehari-hari agar bisa lebih berhemat” tutup Devy. (Dedy)