Belajar memang tak selalu melalui buku. Bahkan dari karya seni seperti film, kita bisa belajar banyak hal. Seperti yang dilakukan oleh BEM FBS UNY yang mengajak mahasiswa UNY pada khususnya untuk bersama-sama belajar melalui film. Tak hanya tentang dunia sinematografi yang dipelajari dari sebuah film tapi nilai-nilai lain yang terkandung dalam sebuah film juga sangatlah layak menjadi referensi belajar. Mempunyai nilai-nilai historis yang kuat, hal itulah yang menjadi alasan bagi BEM FBS UNY untuk membedah film Guru Bangsa Tjokroaminoto. “Film ini kaya akan nilai historis bangsa Indonesia banyak hal di masa pra kemerdekaan yang belum kita ketahui dapat kita ketahui melalui film ini, selain itu film ini juga telah meraih berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri” terang Agus Setyawan Ketua BEM FBS UNY.
Panitia pun tidak main-main dalam menyelenggarakan bedah film kali ini. Demi terselenggaranya kegiatan tersebut, panitia bekerjasama langsung dengan pihak House Production yakni Picklock Film. “Film ini belum ada bentuk DVDnya, masih diputar ulang di bioskop Jakarta dan belum tersebar luas. Jadi, agar tetap terlaksana kita bekerja sama langsung dengan Picklock” tandas Agus.
Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu, 19 Desember 2015 itu berhasil menyedot sekitar 240 penonton untuk berbondong-bondong datang ke Laboratorium Karawitan FBS UNY. Malam itu, tempat yang biasanya digunakan mahasiswa untuk belajar tari dan karawitan pun berhasil disulap menjadi bioskop sederhana. Banyaknya poster-poster film yang dipajang di tangga penonton, layar film yang lebar dan stan-stan yang menjajakan kopi dan popcorn menjadi pelengkap untuk menikmati suasana nonton film gratis ala bioskop .
Setelah disuguhi film yang berdurasi 160 menit, penonton pun diajak untuk berdiskusi tentang film tersebut. Lagi-lagi, panitia memang tidak bercanda dalam melaksanakan kegiatan ini. Jika biasanya pembedah film adalah dosen ataupun mahasiswa pecinta film, kali ini BEM FBS UNY menggandeng sang produser film Guru Bangsa Tjokroaminoto yakni Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang sering kita kenal dengan ‘Noe’ Letto.
Saat diskusi Mas Sabrang mengungkapkan keterlibatannya dalam menggarap film tersebut. Ia mengaku ikut menemani Erik Supit melakukan riset untuk film tersebut. “Penggarapan film ini memang sangat tidak mudah, termasuk dalam melakukan riset banyak kendala yang dialami seperti halnya minimnya literatur dan catatan-catatan tentang sosok Tjokroaminoto terlebih lagi Tjokroaminoto tidak mempunyai buku harian. Sehingga saya dan mas Erik Supit mencari data sampai ke makamnya, sulit memang penggarapannya” terang Sabrang.
Film tentang sosok Guru Bangsa yang melahirkan para pemimpin bangsa Indonesia seperti Sukarno, Muso, Agus Salim, Semaun, Sosrokardono ini memang meminimalisir adegan fiksi dalam film. “Film ini bertujuan untuk mengenalkan kepada generasi muda tentang sejarah seorang Tjokroaminoto, sejarah sebelum mas kemerdekaan di mana film ini lah yang akan menjadi rujukan utama bagi generasi mendatang untuk mengenal sejarahnya, maka film ini menyuguhkan apa yang ada di riset dan sebisa mungkin meminimalisir adegan fiksi” jelas Sabrang meluruskan tentang apa yang ada di film.
Meskipun malam semakin larut namun tidak menyurutkan semangat penonton untuk mengikuti diskusi hingga akhir. Antusias yang tinggi pun terlihat ketika sesi tanya jawab, dengan dimoderatori oleh mantan Ketua BEM FBS UNY, Rony K Pratama banyak penonton yang ingin sekali bertanya langsung pada sang produser. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan pun beragam baik dari sisi historis, nilai-nilai dalam film, adegan serta peran, dan penggarapan film.
Hingga di penghujung acara, penonton masih enggan untuk beranjak. Ada sesuatu yang mereka tunggu, yakni penampilan dari Eksekustik bersama ‘Noe’ Letto. Alunan lagu-lagu Letto pun membawa suasana hangat di seluruh ruangan dibumbui dengan candaan dari Noe. Noe tak lupa memberikan beberapa pesan dan doa pada generasi muda untuk mengakhiri penampilannya. (Nasibah)