Sebagai akibat dari penyusutan dunia, batas antarnegara semakin tidak terlihat. Hal ini ditandai dengan mobilitas masyarakat internasional yang semakin dinamis. Keinginan untuk dapat berkunjung ke negara lain pun meningkat. Sayangnya tidak sedikit orang cepat menyerah ketika terganjal dengan kemampuan bahasa yang pas-pasan. Keinginan yang kuat serta diimbangi dengan ketekunan akan membawa seseorang mudah menggapai mimpi, ke luar negeri.
Saat ini pendidikan khususnya pendidikan tinggi bukan lagi dianggap barang mewah yang hanya diperuntukkan bagi masyarakat atas, tetapi telah menjadi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Semua perguruan tinggi tentu berusaha untuk meningkatkan kualitas kampusnya. Sehingga muncul di Indonesia ini universitas favorit dan tidak favorit. Sangat berbeda dengan sistem pendidikan di luar negeri. Salah satunya Eropa. Jika orang Eropa ditanya di mana universitas favorit, maka mereka akan sangat bingung menjawabnya.
Semua universitas di Eropa memiliki kualitas yang sama. Budaya belajar yang berkualitas, menjadikan lulusan universitas luar negeri dicari untuk mengisi jabatan-jabatan prestigious. Hal ini berimbas pada keinginan seseorang untuk dapat masuk ke universitas favorit atau bahkan universitas di luar negeri dengan harapan mudah mendapatkan pekerjaan setelah lulus.
Berbagai cara dilakukan seseorang untuk dapat bersekolah di luar negeri. Mulai dari yang mengeluarkan biaya pribadi maupun yang sama sekali tidak mengeluarkan biaya alias mendapatkan beasiswa. Bagi mereka yang memiliki cukup uang, mengenyam pendidikan di luar negeri adalah hal yang mudah. Tetapi bagi sebagian orang, terlebih mereka yang berprestasi namun tidak memiliki biaya, beasiswa menjadi sebuah jalan yang harus diperjuangkan. Hal ini menyebabkan banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta menyediakan berbagai macam beasiswa. Mulai dari beasiswa kunjungan selama dua minggu, satu bulan, satu semester atau beasiswa penuh hingga lulus.
Sabtu (12/12/2015), bertempat di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Bund der Deutsch Studenten (BDS) mengadakan seminar nasional dengan menghadirkan tiga pembicara hebat. Pada SEMNAS kali ini panitia mengangkat tema “Bahasa Asing sebagai Pengantar Mudah Beasiswa Luar Negeri”. Hadir sebagai pembicara pertama yakni Prof. Pratomo Widodo, seorang guru besar germanistik pertama di Indonesia.
Salah satu yang ditekankan dalam penjelasannya adalah bahwa kemampuan bahasa merupakan anugerah sehingga harus digunakan secara attitude bukan hanya aptitude, artinya adalah bahasa tidak sekedar digunakan untuk mencari nilai melainkan lebih kepada kebermanfaatan fungsi bahasa itu sendiri. Ia juga berpesan bahwa mengambil jurusan bahasa asing bukan jalan yang perlu disesali, karena dengan menekuni dan bersungguh-sungguh mempelajari bahasa asing akan memudahkan seseorang untuk bergaul dengan masyarakat internasional.
Pada sesi kedua seminar yang dihadiri sekitar 150 peserta ini dilanjutkan dengan pemaparan oleh Dr. Satoto E. Nayono. Pimpinan Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan (KUIK) ini memberikan gambaran mengenai kondisi masyarakat Inodesia saat ini yang masih dalam taraf berkembang. Akan tetapi, sebenarnya masyarakat memiliki peluang yang sangat besar untuk bisa bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Selanjutnya ia berbagi kiat-kiat untuk sukses mendapatkan peluang studi lanjut di luar negeri. “Yang terpenting adalah memiliki mental yang kuat, pantang menyerah dan terus berusaha,” ungkapnya.
Sesi ketiga diisi dengan sharing pengalaman salah satu mahasiswa penerima beasiswa Erasmus Mundus, Halim Perdana Kusuma. Ia bercerita pengalamannya selama satu semester mengikuti perkuliahan di Universitas Göttingen Jerman. Baginya, mendapatkan beasiswa ke luar negeri menjadi pengalaman yang tidak terbayarkan serta memiliki banyak manfaat. (e.saf)