Dengan bahasa orang dapat memberi pesan kepada siapapun. Ia dapat mengeluarkan semua perasaannya kepada orang lain dengan menggunakan bahasa. Ketika orang sedang marah, maka kemarahannya segera dapat diketahaui orang lain karena bahasa yanga dipakainya. Demikian juga ketika ia sedih, senang, dan sebagainya. Karenanya orang kemudian menyuarakan perasaan pribadinya, keprihatinannya atas kondisi masyarakat dan negara dengan menggunakan bahasa yang dikemas dengan estetis. Muncullah berbagai karya sastra yang merupakan kumpulan estetika bahasa, stilistika, dan diksi sebagai wahana untuk menyampaikan ide-ide besar manusia.
Narasi besar yang terdapat dalam karya sastra ini berfungsi sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakatnya. Ia dapat berfungsi untuk melawan segala bentuk kedzaliman dan penindasan, melawan kemiskinan, dan sekaligus menata alam ini supaya terjadi keseimbangan.
Fungsi sastra inilah yang dikupas habis dalam acara Seminar Nasional yang bertajuk Bahasa, Sastra, dan Kekuasaan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS UNY pada Kamis, (26/11/2015) di Ruang Seminar PLA Lt. 3 FBS UNY dan dibersamai oleh empat pemateri yang sangat kompeten dalam bidangnya.
Yudi Latif, Ph.D. disandingkan dengan Prof. Dr. Suminto A Sayuti. Keduanya mengisi sesi pertama dengan membahas topik yang cukup menarik untuk diikuti. Perkembangan Bahasa dan sastra dikaitkan dengan kekuasaan. Pak Yudi menyampaikan bahwa bahasa telah mendarah daging dalam diri kita, dan bahasa sebagai salah satu bagian kekuasaan menentukan tatanan negeri yang kita tinggali. Sesi pertama yang dimoderatori oleh Dr. Maman Suryaman, M.Pd. ini berlangsung sekitar 2 jam.
Pukul 09.30 peserta seminar memenuhi ruang seminar tersebut hingga panitia harus menyiapkan banyak kursi tambahan dan terpaksa memenuhi sela-sela barisan kursi yang sekiranya masih muat untuk ditempati. “Kuasa modal, kuasa politik, kuasa budaya akan menentukan jalan bangsa” begitulah tutur Pak Yudi. Kemudian kesempatan selanjutnya diberikan kepada Pak Minto, beliau lebih menyoroti sastranya. Dalam seminar ini susastra adalah bahasan pokok yang disampaikan beliau. Dengan mengawali materi dengan mengutip kata-kata Taufik Ismail beliau selalu berhasil menarik mata hadirin yang ada di hadapannya.
“Bayangkan kalau hutan bisa dibayar dengan Pementasan Rendra” kutipan tersebut menggambarkan bahwa bahasa yang dibalut dalam bentuk sastra itu sangat mahal harganya. Bahkan hal tersebut sangat berguna untuk kehidupan bangsa. Suminto juga mengaitkan materinya dengan kuasa politik yang disampaikan oleh Yudi. Suminto mengatakan bahwa politik adalah serangkaian teknik untuk menjinakkan publik.
Dengan menggunakan bahasa, manusia bisa berubah pikiran dan berubah tindakan atau bahkan kepercayaan. Dengan bahasa, para penguasa menyebarkan propaganda, baik yang membangun ataupun yang sebaliknya, namun alatnya tetaplah bahasa. Penguasa yang memegang kuasa modal mendekat kepada penguasa politik untuk dapat melancarkan bisnis dan program mereka. Kemudian dengan program yang ada penguasa politik memanfaatkannya untuk mewujudkan cita-citanya.
Seminar yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini diwajibkan bagi mahasiswa PBSI dan Sasindo serta mahasiswa PBSI pascasarjana. Alhasil seminar ini dibanjiri peserta. Sekitar 350 lebih, mahasiswa ataupun dosen berdatangan untuk mengikuti seminar ini. Hingga pukul 11.30 WIB para peserta masih terus bertambah. Bersamaan dengan mulainya sesi kedua, dengan pemateri Dr. Wiyatmi, M.Hum. dan Dr. Teguh Setiawan, peserta seminar masih antusias mengikuti kegiatan ini. Sesi kedua ini dimoderatori Dr. Anwar Efendi yang cukup kompeten untuk membuat peserta tetap bertahan mengikuti acara hingga akhir.
Seminar nasional ini tidak berhenti di dua sesi, setelah ishoma para peserta masih memiliki agenda lagi, sidang panel. Sidang panel diikuti oleh semua peserta bersama pemateri dari dalam FBS, UNY ataupun luar UNY. Sidang panel ini dibagi menjadi 4 kelas (panel 1—4). Dan 4 panel tersebut dilaksanakan 2 kali. Sesi pertama pukul 13.30—15.00 WIB, dan sesi kedua pukul 15.00—16.30 WIB.
Terdapat 35 pemateri yang terdiri dari mahasiswa dan dosen dari universitas dan lembaga pendidikan dari seluruh penjuru Indonesia. Harapannya seminar ini dapat meningkatkan rasa cinta kita terhadap bahasa dan bangsa Indonesia, karena bahasa menentukan nasib bangsa. (Muna/Setiawan)