Buah pisang banyak ditemui di lingkungan sekitar. Buah pisang selama ini baru dimanfaatkan dagingnya saja sedangkan kulit pisang belum banyak dimanfaatkan secara nyata. Kulit pisang selama ini hanya dibuang sebagai limbah organik atau pakan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau.
Di tangan para mahasiswa FMIPA UNY yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahsiswa Penelitian (PKMP) yaitu Wulan Sari Ningsih (Pend. IPA), Jati Nuswantari, Isnaini Kholilurrohmi (Pend. Kimia), Chumairoh Luthfi Ratih Mandadara (Pend. Matematika), dan Ratih Sukmaresi (Pend. Biologi) kulit pisang tersebut dimanfaatkan sebagai bahan cangkang kapsul keras pembungkus obat non-gelatin.
Menurut ketua tim, Wulan, kulit pisang mengandung karbohidrat atau hidrat arang berupa amilum atau pati. Selain itu, kulit pisang memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50% serta zat-zat lainnya.
Pembuatan cangkang kapsul obat dari kulit pisang meliputi pembuatan bioplastik dan cangkang. Untuk pembuatan bioplastik dari pati kulit pisang yaitu dengan cara sebagai berikut. Cuci bersih kulit buah pisang lalu direndam dengan air garam kurang lebih 12 jam. Kemudian dihaluskan dengan memblender, yang sebelumnya ditambah air secukupnya.
Kulit pisang yang telah halus disaring untuk diambil airnya, yakni sari pati kulit pisang. Tiap 100 ml sari pati kulit pisang ini lalu dicampur 2 sdt asam cuka dan 2 sdt gliserin. Setelah itu panaskan campuran pati kulit pisang, asam cuka, dan gliserin di atas api dan setelah kurang lebih 2 menit tambahkan 2 sdt tepung maizena dan panaskan kembali selama 15 menit sambil terus diaduk.
“Sedangkan untuk pembuatan cangkang kapsul kulit pisang, bahan tambahan seperti pengawet dan pewarna dicampurkan ke dalam bioplastik pati kulit pisang sehingga membentuk campuran homogen. Lalu campur dan masukkan bahan dasar tersebut ke dalam pencetak kapsul dilanjutkan dengan memeriksa kelayakan kapsul,” lanjut Wulan.
“Metode penelitian yang kami lakukan yaitu melakukan uji syarat kapsul cangkang kapsul obat dari kulit pisang dan cangkang kapsul obat dari gelatin, meliputi keseragaman kandungan. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kandungan bahan aktif dari kapsul satu dan kapsul lainnya. Jika bahan aktif tidak kurang dari 50% dari bobot tablet atau kapsul dan lebih besar dari 50 mg persyaratannya harus berada pada rentang 85%--115% dengan simpangan relatif kurang atau sama dengan 6%.
Setelah itu lakukan untuk mengetahui waktu hancur. Pengujian kehancuran adalah suatu pengujian untuk mengetahui seberapa cepat tablet hancur menjadi agregat atau partikel lebih halus. Selanjutnya dilakukan uji disolusi dan uji kadar zat berkhasiat dan memeriksa kelayakan kapsul. (witono N)