Ternyata masih banyak orang di Kabupaten Gayo Lues yang belum tahu tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), begitu juga dengan para pejabat di Dinas Pendidikan. Istilah anak usia emas ternyata belum bisa meyakinkan bahwa periode PAUD antara usia 0—6 tahun merupakan usia yang tidak bisa diremehkan dan dilewatkan begitu saja pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan yang paling rendah tingkatannya bukan berarti tidak penting, justru paling penting diantara pendidikan lainnya, karena PAUD menjadi landasan pertama dari pendidikan selanjutnya hingga perguruan tinggi.
Dalam sebuah penelitian menunjukkan periode perkembangan otak manusia terjadi 80% di usia 0—6 tahun dan sisanya 20% sesudah usia 6 tahun, itu sebabnya periode tersebut dinamakan usia emas (goldenage). Demikian diungkapkan Inayani Nur Ainiy, salah satu guru Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T) UNY. Ina, panggilan akrabnya, ditempatkan di TK Negeri Pembina Kecamatan Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh.
Menurut alumni prodi PG-PAUD UNY tersebut, mengajar di TK lebih menantang karena berbeda dengan mengajar SD, dimana untuk mengajar di SD pembelajarannya lebih banyak menggunakan buku paket sekolah dan lembaran kerja siswa. “Pembelajaran di TK menggunakan metode bermain sambil belajar,” kata Ina. “Ini merupakan kebutuhan anak usia TK yang memerlukan lebih banyak menggunakan alat media pembelajaran dibandingkan di tingkat SD.”
Meskipun berkesempatan mengajar di kota kecamatan, akan tetapi tersedianya kebutuhan alat media untuk TK masih banyak kekurangan. Ina selalu berusaha keras untuk berpikir dan berkreasi membuat alat media dari barang-barang bekas yang mudah ditemui dan sesuai dengan kebutuhan anak yang mengacu pada indikator kurikulum PAUD. Barang-barang bekas tersebut akan dipakai untuk membuat media pembelajaran seprti membuat pot tanaman dan telepon dari gelas plastik, botol plastik untuk permainan bowling, botol kaca untuk permainan mengenal suara dan belajar mengenal warna, kardus susu untuk membuat kartu huruf dan kata, kardus mie untuk membuat bangunan berbentuk balok, koran bekas untuk membuat berbagai macam bentuk origami, dan masih banyak lagi alat media yang dapat dibuat dari barang-barang bekas.
“Selain itu saya membuat plastisin yang dibuat menggunakan tepung terigu dan bubuk pewarna makanan yang dicampur dengan sedikit air serta garam” tambahnya. Alat media pembelajaran yang dibuat dari barang bekas harus tetap memiliki makna untuk meningkatkan perkembangan anak yaitu terdiri dari perkembangan fisik-motorik, bahasa, kognitif, sosial-emosional dan seni.
Salah satu pengalaman yang unik dialami Ina adalah saat mencari murid TK dengan cara door to door. Pengalaman tidak terlupakan karena tak terbayangkan harus berusaha mencari murid dengan berkeliling kampung untuk bertanya pada para orang tua yang memiliki anak usia sekitar 4 atau 5 tahun agar mendaftar ke Taman Kanak-Kanak. “Kepala TK dan semua guru ikut berpartisipasi mencari murid,” kata Ina. “Hal ini dilakukan karena TK Negeri Pembina berdiri belum genap setahun, sehingga masih banyak masyarakat belum tahu keberadaan TK ini.”
Selain itu, masih banyak juga para orangtua yang memiliki anak usia 4 tahun belum sadar pentingnya segera bersekolah pada usia yang tepat. Menurut warga Tanjung, Jatisari, Tanjungsari, Sumedang tersebut, faktor ekonomi juga menjadi kendala bagi orangtua. Jika di Sekolah Dasar Negeri biaya sekolah digratiskan namun di Taman Kanak-Kanak Negeri masih perlu membayar.
Hal tersebut diketahui setelah keliling kampung dan berkomunikasi langsung dengan para orangtua. Meskipun beberapa orangtua ingin anak mereka masuk ke TK tetapi biaya yang ditawarkan menjadikan hambatan untuk mendaftarkan anak-anak mereka. Hal tersebut tidak menjadikan halangan karena sekolah memberikan keringanan pada para orangtua, dengan biaya yang bisa dicicil sesuai kemampuan, sehingga target sekolah agar para orangtua mendaftarkan anak-anaknya bisa tercapai.
Menurut Ina, banyak pengalaman yang bisa diambil dari program SM-3T. Bukan hanya berpartisipasi menjadi seorang guru di daerah 3T (Terdepan Terluar Tertinggal) tetapi juga belajar untuk mengembangkan kepribadian diri untuk menjadi lebih baik. “Untuk memajukan bangsa Indonesia dapat dilakukan mulai dari diri sendiri dan hal yang bisa dilakukan sehari-hari yaitu melakukan sesuatu pekerjaan dengan jujur, sungguh-sungguh serta bertanggung jawab untuk kepentingan bersama,” tutupnya. (Dedy)