Setiap kegiatan makhluk hidup pasti menghasilkan sampah, baik yang bersifat organik maupun anorganik. Permasalahan sampah di Indonesia merupakan masalah yang perlu untuk Diperhatikan dengan serius. Produksi sampah di Indonesia mencapai 200 ribu ton per hari. Selama ini sampah anorganik telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk di daur ulang menjadi benda baru yang memiliki nilai guna. Lain halnya dengan sampah organik yang selama ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sampah organik seperti sayur-sayuran, nasi, roti basi, dan kertas yang mampu langsung diuraikan oleh tanah, hanya dibuang langsung ke lingkungan atau dijadikan pakan ternak. Sama halnya dengan pabrik-pabrik roti yang menghasilkan sampah berupa roti kadaluarsa yang tidak laku dijual. Sampah roti basi ini biasanya hanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau dijual dengan harga yang sangat murah kepada peternak. Padahal, roti kadaluarsa sesungguhnya memiliki nilai lebih dibandingkan dengan menjadikannya pakan ternak.
Sekelompok mahasiswa UNY yaitu Sarah Sekar Langit dan Zulfatin Rahmahani dari prodi Pendidikan Bahasa Inggris serta Ari Wahyu Martina dari prodi Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni, serta Surya Jatmika dari prodi Fisika FMIPA dan Diah Intan Kusuma prodi Pendidikan Akuntansi FE mengolah limbah roti kadaluarsa menjadi bros yang cantik. Menurut Sarah Sekar Langit untuk mengolah roti kadaluarsa menjadi bros digunakan seni pengolahan roti menjadi clay yang disebut dengan nendo. Nendo sendiri berasal dari Jepang dan dibawa langsung ke Indonesia.
“Selama ini nendo hanya sebagai pajangan bernilai artistik tetapi kurang memiliki nilai guna” kata Sarah. “Padahal nendo memiliki kemampuan untuk dirubah menjadi bros.” Selain murah dan memiliki nilai kegunaan, bros dari nendo juga ramah lingkungan tidak seperti plastik ataupun besi yang selama ini digunakan untuk pembuatan bros.
Zulfatin Rahmahani menambahkan bahwa bros ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk lain yang sejenis, diantaranya mudah mengikuti mode yang sedang berkembang di masyarakat sehingga lebih up to date, bisa bertahan lama, dapat ditambahkan aroma, dan harga jual sangat murah. “Yang terpenting, bros ini merupakan produk go green yang ramah lingkungan,” ujar Zulfatin.
Surya Jatmika menjelaskan bahwa untuk membuat bros dari limbah roti digunakan bahan baku yaitu roti basi, lem kayu, natrium benzoat, peniti bros dan cat semprot bening. “Bahan tambahannya yaitu pewarna makanan, zat aromatik serta lem tebak,” kata Surya. Cara membuatnya roti kadaluarsa diambil bagian dalamnya saja tanpa kulit dan dihancurkan. Kemudian ditambahkan natrium benzoat dan zat aromatik (vanili, kayu manis, atau cengkeh dalam bentuk cair) dan diuleni sampai kalis.
Jika adonan bros sudah kalis, bagi menjadi beberapa bagian dan tambahkan pewarna makanan yang berbeda-beda pada tiap-tiap bagian. Campur sampai rata lalu dibentuk dan dicetak sesuai selera. Keringkan di bawah sinar matahari selama 2 hari. Setelah kering semprot dengan cat semprot bening dan dikeringkan kembali selama 1 hari. Bros telah siap digunakan. Kreativitas ini berhasil meraih dana dari Dikti untuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan. (dedy)