Saat batas negara tidak lagi bisa membatasi interaksi antar-bangsa, hambatan bahasa umumnya malah menjadi problematika. Keberadaan ilmu penerjemahan kemudian menjadi begitu penting. Namun, seiring berkembangnya kesadaran berkomunikasi dan informasi, ilmu penerjemahan kini mewujud menjadi tuntutan yang melibatkan teknologi. Para ahli akhirnya mewadahi kebutuhan manusia ini dengan teknologi penerjemahan yang dikembangkan dalam disiplin ilmu computational linguistics.
Computational linguistics sejatinya pun dibutuhkan di Indonesia seperti yang ditekankan oleh, Dr. Girish Natjha, pakar computational linguistics dari Universitas Jawaharlal Nehru India. “Ribuan bahasa di Indonesia, terlebih di pulau-pulau kecil, bisa menjadi objek penelitian yang menarik untuk dikaji, dilestarikan, dan dikembangkan,” terangnya dalam workshop Linguistik untuk dosen FBS (18—22/3/2013).
Menurutnya, bahasa tidak sekadar alat komunikasi agar bisa berhubungan dengan sekelompok masyarakat. “Dengan bahasa, kita bisa jadi terkoneksi secara kultural dan historis dan itu bisa menguatkan hubungan kita.” Pun menurutnya, kajian computational linguistics dapat mengiring evolusi bahasa dari waktu ke waktu. “Tidak hanya untuk mengamati fenomena bahasa di masa lalu, tetapi juga dapat memprediksi perubahan bahasa di masa depan,” ungkap lulusan master dari Illinois ini.
Itu sebabnya Dr. Girish kini sedang asyik menggeluti proyek penerjemahan bahasa di Asia Tenggara dan Eropa dengan bertumpu pada bahasa Sansekerta. Ia yakin bahasa Sansekerta begitu berpengaruh dalam penyerapan bahasa di negara-negara tersebut. “Setelah berkunjung di berbagai negara, di sini (baca: Indonesia) saya menemukan lagi besarnya pengaruh itu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa,” ungkapnya antusias.
Ia juga menemukan sumber-sumber penelitian yang menarik, semisal bahasa asli di berbagai pulau di Indonesia. “Banyak pulau yang belum terjamah teknologi dan interaksi dengan luar. Itu berarti mereka masih menjaga bahasa asli,” kiranya. Bahasa asli sudah pasti artefak sejarah yang masih hidup dalam perkembangan peradaban manusia hingga saat ini.
Selain sibuk dengan berbagai penelitian dengan pemerintah India dan Eropa, Prof. Girish juga pernah berhasil mengembangkan proyek bersama Microsoft Inc. dalam membuat ‘bing’, fasilitas penerjemahan multi-bahasa pada aplikasi Microsoft Office.
Untuk itu, dalam workshop lima hari ini, ia kemudian menuangkan ilmunya pada dosen-dosen bidang linguistik di FBS. Para dosen berlatih mengembangkan corpora bahasa Indonesia bersama Prof. Girish di Lab. Sanako FBS. “Penerjemahan ini tidak hanya sekadar kata per kata, tetapi juga melibatkan ‘knowledge of the world’ dan susunan tata bahasa yang tepat dengan sistem multi-proses,” jelas Prof. Girish.
Kegiatan ini diharapkan menjadi pembelajaran dasar sekaligus amanat ilmu tentang pentingnya bagi pelajar untuk menekuni computational linguistics. “Disiplin ilmu ini membutuhkan kerja tim karena usaha menghubungkan informasi dari satu bahasa ke bahasa lain membutuhkan berbagai pakar dan masyarakat pemilik bahasa itu juga,” jelas Dr. Girish. (Febi)