Sosok Maimun maupun Surtini dalam Gadis-Gadis Pelagak merupakan penggambaran sosok perempuan yang suka berdandan, materialis, serta memiliki gaya hidup yang mewah. Mereka memandang bahwa kebahagiaan itu akan didapat tatkala materi, kehormatan, serta prestise dapat mereka raih. Maimun dan sepupunya, Surtini, sama-sama memiliki watak pembangkang serta kurang patuh terhadap orang tua.
Maimun ataupun Surtini adalah potret yang menggambarkan kehidupan seorang perempuan di era sekarang. Sosok perempuan yang tak berani keluar rumah tanpa ada bedak di wajahnya. Cermin pun selalu terselip di balik tumpukan-tumpukan benda yang ada di tasnya. Dua karakter, Maimun dan Surtini pun semakin memperjelas bahwa kehormatan bisa didapat ketika ada materi ataupun kekayaan yang berlimpah, penampilan yang menarik, dan perhiasan yang mencolok.
Raden Haryo datang pun dengan kepala tegak. Ia sudah sangat paham terhadap apa yang disukai oleh gadis-gadis pelagak. Kata-kata yang dibumbui dengan rayuan-rayuan gombal. Janji-janji dengan balutan kata yang terlampau manis, syair-syair indah berisi pujian, dan penampilan menawan yang semakin membuat para gadis itu terpana ketika melihatnya. Kemudian datang Raden Adi.
Kolaborasi cantik antara Raden Haryo dan Raden Adi pun membuahkan hasil yang manis. Dua gadis tersebut, yaitu Maimun dan Surtini semakin larut dalam rayuan serta kata-kata yang terlontar dari Raden Haryo dan Raden Adi. Baik Maimun dan Surtini sudah tak berdaya dengan pesona para bangsawan tersebut. Hati mereka luluh dan patuh pada Raden Haryo dan Raden Adi.
Namun, sepandai-pandainya menyimpan bangkai akhirnya tercium juga. Kurang lebih itu ungkapan yang pas untuk Raden Haryo dan Raden Adi. Statusnya sebagai bangsawan dengan segala kelebihan yang dibawa hanyalah dusta belaka. Pada akhir cerita, sosok Haryo dan Adi pun menderita. Tidak hanya mereka berdua, Maimun dan Surtini pun sama. Mereka tertipu oleh kata-kata serta penampilan yang dibungkus sangat rapi. Lalu, hal yang semakin membuatnya menyesal adalah ketika mereka tahu bahwa bangsawan yang sebenarnya ialah dua pemuda sebelumnya yang mereka tolak saat kunjungan ke rumah mereka.
Cerita antara Maimun dan Surtini, serta Raden Haryo dan Raden Adi adalah kilasan ataupun sedikit ringkasan cerita yang diambil dari naskah terjemahan Gadis-Gadis Pelagak karya Moliere. Karya pengarang Perancis ini kemudian diadaptasikan dengan suasana Jawa oleh anak-anak Teater Cermin (Komunitas Teater Kelas C PBSI, FBS, UNY).
Pementasan laboratori mata kuliah Drama ini, berlangsung pada, Senin, 15 Desember 2014 di Stage Tari Tedjokusuma FBS UNY. Ini pementasan ketiga dari lima seri pementasan mata kuliah yang diampu oleh Dr. Suroso, M.Pd., M.Th. dan Dr. Nurhadi, M.Hum. Pementasan drama dengan judul Gadis-Gadis Pelagak pun ditampilkan dengan menawan. Kisah Maimun dan Surtini, serta dua bangsawan gadungan adalah pelajaran yang menjadi hikmah yang berharga untuk semuanya. Setidaknya sekitar lima ratus pasang mata pun turut menyaksikan pertunjukkan tersebut. Mereka terpana melihat dan mendengarkan sebuah nasihat yang dibingkai dalam sastra dan tawa.
Enam hari sebelum pementasan Gadis-Gadis Pelagak berlangsung pementasan naskah Umang-Umang karya Arifin C. Noer yang disuguhkan oleh Teater Sinawang, Selasa (9/12/2014) malam lalu merupakan pementasan kedua dalam parade teater PBSI/BSI UNY 2014. Umang-Umang yang berarti ketam kecil di laut yang biasanya bersarang di bekas sarang uman adalah cermin kehidupan para tokoh di dalamnya. Naskah ini sendiri ialah naskah surealis yang cukup sulit untuk diangkat ke atas panggung.
Pementasan yang disutradarai oleh Tsalaisye Nur F ini telah melakukan persiapan sejak awal September. Baik dari segi artistik maupun segi produksi dipersiapkan secara mandiri, termasuk dalam hal berkomunikasi dengan berbagai komunitas teater di Jogja hingga sinergi berbagai unsur kesenian yang ada di FBS UNY.
Umang-Umang bercerita tentang Waska, seorang pemimpin perampok besar tengah merencanakan strategi perampokan dengan para pengikutnya. Tetapi muncul satu masalah yang menimpa diri Waska, ia tidak berkutik ketika sebuah penyakit aneh menggerogoti dirinya. Ia sering dibuat kaku oleh penyakit itu. Para pengikutnya pun dibuat resah dan sedih dengan keadaan pemimpinnya yang sekarat. Ranggong dan Borok –anak buahnya yang paling setia- sibuk mencari ramuan yang dapat menyembuhkan penyakit Waska. Berkat ramuan itu, Waska dapat hidup normal kembali. Ranggong dan Borok pun ikut meminum ramuan tersebut. Ternyata ramuan itu justru membuat mereka hidup abadi. Mereka tetap hidup meskipun mereka berusaha untuk bunuh diri. Hingga akhirnya keabadian justru membuat mereka jenuh dan hampa.
Penonton yang sudah tidak sabar menanti pertunjukan naskah Umang-Umang seketika memenuhi Stage Tari Tejakusumo ketika panitia memulai open gate pukul 19.15 WIB. Sejumlah penonton terpaksa ditolak masuk karena telah memenuhi kapasitas gedung. ((Rio T. Handoko dan Yani)