Indonesia sebagai negara agraris memiliki berbagai sistem pertanian yang dapat dikaji. Salah satunya adalah sistem pertanian subak di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali. Sistem pertanian subak merupakan sebuah perwujudan dari filosofis konsep Tri Hita Karana, sebuah konsep masyarakat Hindhu di Bali yang mengutamakan hubungan yang harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam. Melihat keunikan dan kekhasan kearifan lokal ini, para mahasiswa Pendidikan Geografi angkatan 2011 telah mengadakan Praktik Lapangan Geografi (PLG) III di lokasi subak tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 28 Mei—1 Juni 2014 dan diikuti oleh 86 mahasiswa serta 3 dosen pembimbing. Tujuan dari pelaksanaan PLG III ini adalah untuk melaksanakan kajian terpadu, baik secara fisik maupun non-fisik terhadap sistem pertanian di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kapubaten Tabanan, Provinsi Bali.
Desan Jatiluwih ini telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak tahun 2012 karena mempunyai keunikan dan cirri khas sistem pertaniannya dan konsep Tri Hita Karananya. Secara sosio-kultural manajemen organisasi subak Desa Jatiluwih, berdasarkan prinsip falsafat Tri Hita Karana. Filosofi ini mengajarkan bahwa kebahagaian manusia tercapai apabila terbinanya keselarasan dan keharmonisan antara krama subak dengan sesamanya, krama subak dengan lingkungan, dan krama subak dengan Sang Pencipta/Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai unsur parhayangan.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara keterkaitan sistem adat masyarakat setempat dengan sistem organiasi subak, baik yang menyangkut teknologi saluran, bangunan irigasi serta sistem pemeliharaannya. Organisasi subak Jati Luwih merupakan oraganisasi yang terkait dengan masalah pertanian, agama dan hukum adat setempat. Ketiga komponen sosio budaya tersebut menjadi pijakan dasar dalam pengaturan dan pengelolaaan organisasi subak Jati Luwih sebagai perwujudan konsep Tri Hita Karana.
Praktikum Lapangan Geografi III ini telah memberikan banyak pelajaran kepada para mahasiswa, khususnya kajian tentang geografi pertanian, geografi desa kota, geografi sosial, maupun geografi fisik dan karakter masyarakat Jatiluwih yang terbuka. Besar harapan para mahasiswa agar Jatiluwih dapat lebih maju dan menjadi aset Indonesia untuk semakin dikembangkan. Tidak menutup peluang juga agar pertanian di daerah lain dapat lebih berkembang dengan mengangkat nilai kearifan lokal masyarakat setempat. (Janu Muhammad)