Menjelang tahun 2015, Indonesia akan menyambut ASEAN Economic Community (AEC). Perdagangan bebas di kawasan ASEAN sudah berlangsung sejak 2003 lalu dengan diberlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA). Produk-produk dari negara tetangga mengisi rak-rak di toko dan swalayan di negara kita. Di satu sisi, pengusaha di Indonesia akan mengalami penurunan pendapatan karena tingkat persaingan yang makin tinggi. Di sisi lain, masyarakat kita yang tinggal di daerah yang dekat dengan negara tetangga justru dimudahkan karena bisa mendapatkan harga barang sejenis yang lebih murah. Dengan diberlakukannya AEC, ASEAN menjadi terkoneksi. Koneksi dalam konteks ASEAN mencakup koneksi dalam fisikal, institusional, dan orang-ke-orang. Demikian sebagaimana dipaparkan Faisal Basri dalam Seminar Nasional “Meneropong Perekonomian Indonesia Pasca 2014”, Sabtu (10/5/2014) di Kantor Pusat Layanan Terpadu Fakultas Teknik (KPLT FT) UNY.
Acara ini diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE) UNY dalam rangka Dies UNY Emas. Acara ini berhasil menghadirkan Menteri BUMN, Dr. (H.C.) Dahlan Iskan dan Pengamat Ekonomi Indonesia, Faisal Basri. Turut hadir dalam acara tersebut, Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A., Dekan FE UNY Dr. Sugiharsono, M.Si., Dekan FT Dr. Mochamad Bruri Triyono, M.Pd., Kepala Biro Umum Perencanaan dan Keuangan (BUPK) Drs. Setyo Budi Takarina, M.Pd., Kepala Kantor Humas, Promosi, dan Protokol (KHPP) Dr. Anwar Efendi, M.Si., para dosen, dan lebih dari empat ratus peserta seminar yang terdiri dari dosen, guru, mahasiswa, dan umum.
Dahlan Iskan hadir dengan pakaian kemeja putih dan sepatu olahraganya. Yang unik, baru sekejap Dahlan duduk di kursi VIP, dia bergabung dengan paduan suara mahasiswa yang mengisi pembukaan seminar. Hal ini kemudian diikuti Rektor UNY. Dahlan Iskan bahkan tak canggung menari mengikuti gerakan anggota paduan suara yang lain. Peristiwa ini segera mengundang tawa dan peserta berebut mengabadikannya melalui ponsel dan kamera yang mereka bawa.
Dalam sambutan sekaligus membuka acara, Rochmat Wahab menyatakan posisi Indonesia yang cukup kuat di mata internasional. “Dalam dua periode kepemimpinan SBY, Indonesia mampu melewati masa krisis. Sempat terjatuh, namun bisa bangun lagi. Indonesia sebenarnya mampu melakukan banyak hal asal mau,” ungkapnya. Rochmat Wahab melanjutkan, seminar ini turut memeriahkan Dies Natalis UNY yang ke-50. “Satu hal yang istimewa ketika UNY merayakan Dies dan Bapak Menteri BUMN bisa hadir di sini,” ujarnya.
Sementara itu Dahlan menyoroti perusahaan-perusahaan asing yang kini mampu dibeli Indonesia. ”Perusahaan-perusahaan yang tadinya kurang berkembang, kini makin berkembang pesat. Mereka menjadi milik publik yang lebih menguntungkan, lebih sehat, dan lebih kuat,” ungkapnya.
Sementara Faisal Basri menyoroti aspek dinamika ekonomi di Indonesia dan menyajikan komparasinya dengan dunia. “Bangsa Indonesia sudah dilewati Timor Leste dalam Pendapatan Domestik Bruto. Dalam hal belanja di bidang Research and Development, belanja Indonesia hanya sebesar 28,1%. Belanja R&D negara-negara maju, seperti Swiss, Swedia, dan Inggris mencapai di atas 50%,” bebernya.
Terkait kesediaannya memenuhi undangan sebagai pembicara, Dahlan Iskan menceritakan, “Saya salut, panitia sudah ada di Monas sejak jam 5 pagi. Saya lebih menghormati panitia yang bekerja sungguh-sungguh, daripada yang hanya mengirim surat tapi tidak dikontrol sejauh mana surat telah sampai.” (fadhli)